Duet Jaja & Nana
membangun daerah
Cirebon, SP Aktual,- Dasar pemikiran mendirikan daerah otonom baru Provinsi Cirebon diawali
stigma pelayanan publik yang diselenggarakan pemerintah Provinsi Jawa Barat
belum sepenuhnya dirasakan masyarakat, terutama rakyat termarginal seperti kaum
tani, nelayan dan buruh migran yang menghiasi setiap sudut lorong kota, padahal
potensi sumberdaya alam Cirebon sangat
melimpah. Sementara dalam kenyataanya kini tantangan dan persaingan hidup dalam
berbagai lini kehidupan semakin terasa kian tajam, baik industri, perdagangan
dan jasa serta sendi-sendi kehidupan lain sebagai akibat dari lemahnya
kebijakan pemerintah yang dianggap kurang bijak (dalam tanda kutip/red) dan
konsekwensi perdagangan bebas di era globalisasi.
Berangkat
dari fenomena nyata tersebut serta amanat yang dibebankan di pundak keduanya
dari tokoh masyarakat se -
ciayumajakuning (Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Kuningan/ red), mereka
lewat media Presidium Pembentukan Provinsi Cirebon (P3C) bahu - membahu
memelopori gerakan kreatifitas daerah untuk membangun kemandirian, baik secara
ekonomi dan budaya selaras dengan potensi unggulan yang dimiliki daerah
masing-masing. Pandangan jauh kedepan untuk menumbuhkan perekonomian
berkelanjutan dengan bertumpu pada kekuatan potensi daerah menjadi misi
bersama.
”
Upaya menggali dan mengoptimalkan
potensi daerah bisa menjadi masukan penting untuk mendapatkan ikon suatu
daerah. Karena selain mendapatkan manfaat nyata berupa pendapatan asli daerah
(PAD) yang meningkat, kesejahteraan masyarakat secara otomatis akan terkatrol
dengan sendirinya,” ungkap kandidat gubernur pertama Provinsi Cirebon, DR. Jaja
Sutrija MED. Bagi Jaja, ikon daerah menjadi sangat penting dan bagus manakala
sanggup membuat suatu daerah tampil lebih eksotis dan atraktif, sehingga mampu
menarik investor untuk berlomba-lomba menanamkan modalnya.
“
Investor akan masuk bila branding suatu
daerah dikenal baik. Karena selain infrastruktur yang memadai, proses perizinan
yang mudah, manajemen pemerintah yang akuntabel, transparan, efektif dan
efesien juga akan sangat menentukan tingkat keberhasilan pembangunan suatu
daerah,” tandasnya.
“ Kita akan
fokus prioritas pembangunan di wilayah III Cirebon berdasarkan keunggulan
komparatif dan kompetitif yang dimiliki masing-masing daerah. Sehingga nantinya
antar wilayah spesifikasi prioritas pembangunanya bisa berbeda. Dengan demikian
multifier effect (efek domino/red) yang ditimbulkan dan hasilnya semakin
beragam, ujung-ujungnya PAD meningkat dan masyarakat terjamin kesejahteraanya,”
lanjut Jaja.
“
Pola pembangunan dengan bertumpu pada keunggulan komparatif wilayah bisa memacu
suatu daerah menjadi Engine growt (mesin pertumbuhan /red) bagi daerah
sekitarnya bahkan bisa sampai ke kancah regional. Wilayah Cirebon akan kita
dorong untuk menjadi mercusuar pembangunan, kiblat bagi provinsi lain di
Indonesia. Sebab selain memiliki keunggulan komparatif berupa letak geografis
yang strategis, Cirebon juga memiliki keunggulan karakteristik, topografis
serta sumberdaya alam yang melimpah berupa hasil laut, bahan tambang mineral,
minyak dan gas yang bila dikelola dengan baik dan benar pasti dapat memberikan
manfaat yang nyata secara ekonomi, sehingga dilirik investor domestik dan
mancanegara,” urai Deputi Menpora bidang kepemudaan ini.
“
Majalengka akan kita plot menjadi sentra budidaya ikan air tawar terbesar di
jawa barat selain pusat pertanian. Kuningan dengan keindahan alamnya kita
dorong jadi destinasi (tujuan wisata/red) utama pariwisata, baik wisata alam
maupun wisata agro. Sementara untuk Cirebon tetap sebagai pusat pemerintahan,
perdagangan dan jasa. Sedangkan untuk Indramayu tetap akan kita pertahankan
sebagai lumbung padi Indonesia di Jawa Barat, kedepan akan kita jadikan Abu
Dabi nya Indonesia karena kekuatan sumber minyaknya yang melimpah, “
beber Jaja.
Sementara
itu ketua umum P3C, Drs. Nana Sudiana Ssn. MPd. lebih menyoroti pelaksanaan
tata kelola pemerintahan ideal yang
selama ini belum dirasakan manfaatnya secara utuh oleh masyarakat
wilayah Cirebon.
“ Good
governance tidak boleh hanya sebatas jargon belaka,” keluhnya. Menurutnya prilaku pejabat yang selama ini
dikenal hanya lebih mendahulukan kepentingan pribadi dan koleganya akan sangat
sulit memikirkan keberhasilan kesejahteraan masyarakatnya. Cara pandang (mindset/red) penguasa yang selama ini
dikenal senantiasa ingin dilayani harus diberangus, karena pejabat publik
kewajibanya melayani dan bukan dilayani,” tegas Nana.
“ Daya tarik investasi suatu daerah tidak cukup
hanya mengandalkan kekayaan sumberdaya alam dan melimpahnya tenaga kerja
semata, yang tidak kalah pentingnya adalah manajemen pengelolaan pemerintah
yang baik, “ jelas Nana ketika dimintai
pendapatnya tentang sosok ideal pejabat pelayan publik. (atin)