Bandung, SP Aktual,- Demi terwujudnya kemajuan pendidikan di berbagai aspek agar program pemerintah tercapai yaitu untuk mencerdaskan sumber daya manusia lewat pendidikan berjalan dengan semestinya seiring itu pula, berbagai kucuran dana yang diberikan ke sekolah baik dari pemerintah pusat, propinsi maupun daerah lewat dana BOS (Bantuan Operasional Siswa).
Di titik itulah
ujian moral bagi kepala sekolah dalam penerimaan uang dana BOS untuk dikelola
sesuai dengan RAPBS, dan petunjuk teknis penggunaan dana BOS. Namun tidaklah
semudah itu karena tolak ukurnya kembali ke para pejabat atau kepada Kepala
Sekolah yang diberikan amanah budaya korupsi telah mengakar dimana-mana tidak
melihat siapa-siapa? Untuk kepentingan apa? Tak kala ada celah yang bisa
dibidik dan aman bersama kronisnya. Di situlah korupsi berjalan. Hasil temuan
control sosial untuk sekolah dasar (SD) di Kabupaten Bandung.
Seperti halnya hampir tiap kecamatan menemukan banyak kejanggalan masalah
penggelembungan jumlah siswa pada ajaran tahun 2010-2011. Hampir di beberapa
sekolah, di tiap Kecamatan dibandingkan data pencairan dana BOS pusat dengan
data BOS sekolah maupun UPTD. Banyaknya data pencairan dana BOS pusat sudah
tidak asing lagi untuk didengar atau dilihat dengan kasat mata. Karena beberapa
sekolah dasar yang ditemui kerap memberikan alasan yang ringan dan mudah cukup
berkata “akan dikembalikan kelebihan siswa dari dana BOS pusat tersebut. Namun
Kepala Sekolah merasa kebingungan dalam pengambilan dana BOS tersebut. Ada
juga yang berbicara dalam dilebihkannya jumlah siswa dengan alasan
mengantisipasi siswa baru bila ada pindahan dari sekolah lain”. Selain itu ada
juga yang sudah mengembalikan melalui nomor rekening 1069 1015 7013 5637 atas
nama Ketua Tim Manajemen BOS Bidang Pendidikan Kabupaten Bandung.
Tutur salah seorang kepala sekolah.
Di samping itu
ada motif baru lagi menggelembungkan jumlah siswa dengan cara siswa ditidak
naik kelaskan dari sebagian besar sekolah dasar (SD) tingkat ketidaknaikkan
siswa tahun 2010-2011 semakin meningkat menduga itu salah satu motif baru, agar
dana BOS tersebut tidak berkurang kuotanya selain itu siswa yang keluar atau pindah.
Mungkin cara
terdahulu seperti itu sudah tidak masuk akal lagi, ironisnya ini pendidikan
yang administrasinya harus jelas dan itu sendiri apabila sekolah banyak tidak
naikkan anak didiknya bagaimana pola mendidik guru apakah cara guru mengajar
tidak benar? Kembali ke sekolah itu sendiri untuk mempertanggungjawabkannya di
mata masyarakat orang tua muridnya. Kalau melihat anak didinya tidak berhasil
mungkin diduga cara itu yang sekarang gencar-gencarnya dilakukan di tiap
sekolah khususnya di lingkungan UPTD kecamatan, memanipulasi dana BOS karena
jumlah siswa diperkirakan dalam satu SD ada yang 2 s/d 20, malahan ada yang
lebih dari 20 siswa kelebihannya tidak naik kelas dan yang menjadi tanda tanya
besar mengapa rata-rata yang tidak naik kelas hanya kelas 1, 2, 3, 4 dan 5,
sedangkan kelas 6 hampir 100% lulus semua. Menurut logika mungkin untuk kelas 6
agak sedikit berisiko terutama dalam mengelola ijazahnya. Dengan berbagai
alasan tanpa diberikan sangsi yang membuat jera, karena itu terjadi
berulang-ulang. Dimanakah rasa kejujuran seorang pemimpin kalau selalu
berbohong dengan memberikan data siswa siluman, sepantasnya seperti itu harus
ada penindakan oleh aparat yang berwenang. (ar)
0 komentar:
Posting Komentar