Senin, 26 Desember 2011

Walhi Desak BPN Segera Tuntaskan Sengketa Agraria di Mesuji dan Wilayah Potensi Konflik

Jakarta. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia menilai bahwa kasus Mesuji di wilayah Lampung dan Sumatera Selatan merupakan pintu pembuka untuk mengungkap seluruh tindak pelanggaran hak atas perolehan tanah dan hak guna usaha (HGU) yang sudah dimiliki oleh perusahaan perkebunan sawit di seluruh wilayah Indonesia khususnya di kedua propinsi tersebut. Kehadiran pihak Badan Pertanahan Nasional ke Mesuji dalam kerangka mendudukan akar persoalan yang terjadi kami kira sangat mendesak ujar Mukri. Karena persoalan pokok yang terjadi di Mesuji terletak pada konteks agraria, bukan pada konteks kekerasan semata. Itu semua hanyalah akibat atau ekses atas terjadinya konflik pengelolaan sumber daya alam dan agaria. Dalam kasus ini kami melihat bahwa Badan Pertanahan masih bertindak sebagai penonton, padahal sepatutnya BPN adalah sebagai pihak yang turut bertanggung jawab secara langsung imbuh Mukri.
Walhi mendesak agar BPN betul-betul berperan aktif dan memulai langkah cepat dalam penuntasan sengketa agraria di Mesuji sebagai bentuk tanggung jawab moral selaku institusi yang telah menerbitkan HGU atas PT. BSMI dan PT. Lampung Inter Pertiwi (LIP) di Propinsi Lampung dan HGU atas PT. Treekreasi Marga Mulya (TMM) dan Sumber Wangi Alam (SWA) di Sumatera Selatan.
Terjadinya konflik di kedua wilayah ini telah mencerminkan bahwa sesungguhnya prinsip clean and clear dalam penerbitan Hak Guna Usaha atas ke empat (4) perusahaan tersebut tidaklah tuntas, khususnya di Lampung. Karena tidak mungkin terjadi perselisihan yang berkepanjangan antara masyarakat adat dengan pihak perusahaan jika prinsip tersebut tuntas dilaksanakan. Walhi memastikan bahwa ada yang tidak beres dalam proses perolehan tanah dan penerbitan HGU tersebut. Setidaknya ada empat indikator, pertama bahwa terdapat pihak – pihak yang memiliki jumlah dan luas tanah yang sama, kedua bahwa para pihak tersebut bukan satu keluarga, ketiga diantara para pihak tersebut justeru terdapat pihak dari Badan Pertanahan. Ini salah satu letak persoalannya kata Berry Nahdian Forqan selaku Direktur Eksekutif Walhi. Kalau saja para pihak yang memiliki luas tanah yang sama itu adalah satu keluarga bisa masuk akal karena mendapat waris dari leluhur, tapi ini tidak. Terakhir bahwa benar masyarakat diwakili kepala desa menyerahkan lahan untuk diganti rugikan kepada pihak perusahaan, akan tetapi yang terjadi adalah bahwa tanah tidak diganti rugi namun surat tersebut dijadikan landasan oleh perusahaan untuk memohon perubahan izin lokasi. Di dalam poin perubahan atau revisi lokasi disebutkan bahwa lahan plasma dapat dirubah menjadi lahan inti.
Memperjelas keterangan Berry Nahdian Forqan, Mukri selaku Kepala Departemen Advokasi WALHI juga mendesak agar BPN membentuk tim yang khusus bertugas memeriksa cara-cara perolehan HGU di keempat perusahaan dimaksud. Dan harus dipastikan bahwa tim bentukan BPN tidak melibatkan kantor wilayah pertanahan baik di kabupaten maupun propinsi sebagai anggota tim. Mengapa karena bagaimana bisa memperoleh akurasi informasi dan data jika pihak yang juga akan diminta keterangan dan diselidiki dilibatkan dalam tim.
Tanpa mengabaikan unsur pelanggaran HAM terkait kekerasan, yang saat ini diharapkan oleh masyarakat adalah persoalan tanah sebagai substansi pokok akar masalah.
Lebih jauh lanjur Berry, jika BPN membentuk tim, maka tim ini bisa menjadi tim yang akan menyelidiki cara-cara perolehan HGU oleh perusahaan khususnya yang telah diadukan oleh masyakat dari berbagai wilayah kepada pihak BPN untuk segera ditangani. Dan WALHI mendesak agar BPN pada tahun 2012 memberlakukan moratorium pemberian ijin Hak Guna Usaha baru maupun perpanjangan HGU kepada seluruh pemohon. Selama proses moratorium berjalan, BPN hanya fokus memeriksa dan mengevaluasi HGU yang bermasalah dan segera mencabut HGU – HGU bermasalah tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons